BAB VIII AKAR NASIONALISME DAN DEMOKRASI DI INDONESIA (Sejarah Peminatan Kelas XI Semester Genap) Bagian 2
AKAR
DEMOKRASI DI INDONESIA
A.
Lahirnya
berbagai gerakan kebangsaan
Pergerakan
nasional dipimpin oleh para kaum terpelajar. Menurut mereka, perlawanan fisik
sudah tidak lagi relevan untuk melawan penindasan pemerintah kolonial. Oleh
karena itu, mereka membentuk organisasi-organisasi sebagai motor penggerak
perlawanan.
Akhirnya,
lahirlah berbagai organisasi kebangsaan untuk pertama kalinya pada kurun waktu
1908 hingga 1920. Terdapat tiga organisasi pergerakan nasional yang lahir pada
periode ini, yaitu Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij.
Organisasi-organisasi ini lebih mengedepankan diplomasi ketimbang kekerasan.
Selain itu, mereka juga memanfaatkan media massa sebagai alat perjuangan.
Munculnya organisasi-organisasi kebangsaan ini menjadi tanda dimulainya
pergerakan nasional dengan visi yang jelas, yaitu Indonesia merdeka.
Perjuangan
bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan semakin terarah setelah berbagai
organisasi ini lahir. Namun, butuh waktu yang cukup panjang hingga Indonesia
berhasil memproklamasikan kemerdekaannya.
Perkembangan
demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa. Sebelum
Indonesia merdeka, kehidupan yang demokratis sudah dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai perkumpulan dan
perserikatan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, perkumpulan keagamaan (NU dan
Muhammadiyah), perkumpulan partai-partai, perhimpunan pelajar, organisasi
sosial dan lain sebagainya. Salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, yang sekaligus sebagai tonggak demokrasi di Indonesia adalah
Konggres Pemuda II. Musyawarah Konggres Pemuda II membuahkan hasil kesepakatan
penting dan sekaligus menyatukan semua komponen pemuda Indonesia yang bersifat
kedaerahan, yaitu dengan lahirnya Sumpah Pemuda.
Bukti lain bahwa
bangsa Indonesia sudah melaksanakan kehidupan yang demokratis adalah sidang
BPUPKI yang membahas rancangan dasar negara dan rancangan Undang-Undang Dasar
secara bermusyawarah. Demikian pula pada saat disusunnya teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, merupakan wujud nyata
dari pengambilan keputusan secara demokratis.
B.
Perkembangan
demokrasi di Indonesia
Demokrasi dalam
sejarah peradaban muncul sejak jamam Yunani Kuno di mana rakyat memandang
kediktatoran sebagai bentuk pemerintahan terburuk. Peradaban Yunani menunjukkan
bahwa masyarakat Yunani dipecah menjadi kota (negara bagian) yang kecil-kecil
tidak lebih dari 10.000 warga. Setiap orang menyuarakan pendapatnya atas
persoalan-persoalan pemerintahan. Istilah demokrasi sendiri pertama kali
dikemukakan pada pertengahan abad 5 M di Athena. Capaian praktis dari pemikiran
demokrasi Yunani adalah munculnya "negara kota" atau Polis. Dengari
Polis adalah bentuk demokrasi pertama. Demokrasi berasal dari kata yaitu demos
(rakyat) dan kratos (pemerintahan). Demokrasi di Yunani sendiri akhirnya
menghilang. Barn setelah ratusan bahkan ribuan tahun kemudian paham demokrasi
muncul kembali. Tepatnya di Prancis pada saat terjadi Revolusi Prancis.
Abraham Lincoln
mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan
"dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Dalam sistem
pemerintahan demokrasi, kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada di tangan
rakyat. Apakah hal itu berarti rakyat akan melaksanakan kedaulatannya secara
langsung? Tentu saja tidak. Rakyat akan mewakilkan kepada wakil-wakil rakyat,
sehingga dengan demikian, demokrasi yang dipraktikkan disebut demokrasi
perwakilan atau demokrasi tak langsung
Sebagai Negara pelaksana
demokrasi, Indonesia mengalami sejumlah perkembangan sejak awal kemerdekaannya
hingga sekarang yaitu:
1.
Periode
Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pasca pengakuan kedaulatan, Indonesia
menerapkan sistem Demokrasi Liberal yang merupakan bentuk pemerintahan
demokrasi dengan sistem perwakilan rakyat, yaitu melalui partai politik dalam
kelembagaan maupun dewan perwakilan. Secara umum Demokrasi Liberal adalah suatu
sistem politik yang melindungi secara konstitusional hakhak individu dari
kekuasaan pemerintah. Pada masa Demokrasi Liberal ini UUD RIS diganti dengan
UUDS (Undang-Undang Dasar Sementara) dan sistem pemerintahan didominasi dengan
banyak partai politik atau disebut multipartai. Sistem politik pada masa
Demokrasi Liberal mendorong lahirnya partai-partai politik, hal ini disebabkan
oleh adanya sistem multipartai. Partaipartai inilah yang menjalankan
pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen tahun 1950-1959
Masa Demokrasi Liberal telah membawa
dampak yang cukup besar, mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada
waktu itu. Demokrasi Liberal yang berjalan dari tahun 1950-1959 mengalami
perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak
stabil. Beberapa kabinet yang terbentuk pada masa Demokrasi Liberal di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a.
Kabinet
Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
b.
Kabinet
Soekiman (27 April 1951-3 April 1952)
c.
Kabinet
Wilopo (3 April 1952-3Juni 1953)
d.
Kabinet
Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953- 12 Agustus 1955)
e.
Kabinet
Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955- 3 Maret 1956)
f.
Kabinet
Ali Sastroamojoyo II (20 Maret 1956- 4 Maret 1957)
g.
Kabinet
Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Pada masa
Demokrasi Liberal para elit politik terlalu sibuk dengan jabatannya sehingga
kesejahteraan rakyat terabaikan. Hal ini semakin memperburuk ekonomi rakyat dan
mengakibatkan munculnya berbagai pemberontakan sebagai berikut.
a.
Pemberontakan
PKI Madiun tahun 1948,
b.
Pemberontakan
Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan,
c.
Pemberontakan
DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) tahun 1949-1962,
d.
Pemberontakan
Daud Beureueh di Aceh
e.
Pemberontakan
APRA tahun 1950,
f.
Pemberontakan
Andi Azis (5 April 1950),
g.
Pemberontakan
PRRI (Pemerintahan Revolusione Republik Indonesia),
h.
Pemberontakan
Permesta,
i.
Pemberontakan
RMS (Republik Maluku Selatan).
Pada masa
Demokrasi Liberal sempat diadakan Pemilihan Umum I pada tahun 1955. Pemilu ini
dilaksanakan dua tahap yaitu Tahap I (29 September 1955) untuk memilih anggota
DPR sedangkan Tahap II (15Desember 1955) untuk memilih anggota Konstituante.
Perolehan suara
dalam Pemilu I didominasi oleh empat partai besar yaitu Masyuni, PNI, NU, dan
PKI. Berbagai kebijakan pemerintah pada masa Demokrasi Liberal dan pergantian
kabinet yang terlalu sering berakibat pada memburuknya keadaanekonomi.
Pada masa akhir Demokrasi Liberal keadaan politik semakin kacau karena dewan
konstituante tidak berhasil membuat undang-undang dasar. Presiden Soekarno
segera mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh politik, beberapa menteri,
dan pimpinan angkatan perang, setelah itu, pada tanggal 5 Juli 1959 disusun
rumusan yang dikenal sebagai Dekrit Presiden 5Juli 1959. Inti dekrit tersebut
adalah pembubaran konstituante, berlakunya kembali UUD 1945, pembentukan MPRS
dan DPAS
2.
Periode
Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai
dengan berlakunya Dekrit Presiden 5Juli 1959. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak
saja mendapatkan sambutan baik dari masyarakat, akan tetapi juga dibenarkan dan
diperkuat oleh Mahkamah Agung. Dekrit tersebut didukung oleh partai-partai
politik dan juga KSAD. KSAD menginstruksikan kepada seluruh jajaran TNI AD
untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Salah satu upaya penegakan
Demokrasi Terpimpin sesaat setelah peristiwa pernyataan dekrit presiden 5 Juli
1959 adalah penetapan Manifesto sebagai GBHN. Pada tanggal 17 Agustus 1959
Presiden Soekarno berpidato. Pidatonya diberi judul "Penemuan Kembali
Revolusi Kita". Pidato tersebut merupakan penjelasan dan
pertanggungjawaban atas Dekrit 5 Juli 1959 dan merupakan kebijakan Presiden
Soekarno dalam mencanangkan sistem Demokrasi Terpimpin. Pidato ini kemudian
dikenal dengan sebutan "Manifesto Politik Republik Indonesia"
(Manipol). DPAS dalam sidangnya pada bulan September 1959 mengusulkan k e p a d
a pemerintah agar pidato Presiden Soekarno yang berjudul "Penemuan Kembali
Revolusi Kita" dijadikan Garis-garis Besar Haluan Negara dan dinamakan
"Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol)
Presiden Soekarno menerima baik usulan
tersebut. Pada sidangnya tahun 1960, MPRS dengan ketetapan MPRS No. l/MPRS/1960
menetapkan Manifesto Politik menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Kebijakan pertama setelah diberlakukannya sistem Demokrasi Terpimpin adalah
pembubaran Kabinet Karya diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini,
Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda
menjadi menteri pertama dengan dua orang wakilnya yaitu dr. Leimena dan
dr.Subandrio. Beberapa program kerja kabinet ini di antaranya menyelenggarakan
keamanan dalam negeri, melengkapi sandang pangan rakyat, dan upaya pembebasan
Irian Barat.
Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuatan
negara berpusat pada tiga kekuatan penting yaitu Presiden Soekarno,
TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Adanya tarik ulur dalam kehidupan politik saat
itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi
yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:
a.
Presiden
diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.111/1963.
b.
Adanya
perangkapan jabatan oleh beberapa orang, dimana seorang anggota kabinet sekaligus
menjadi anggota MPRS.
c.
Keanggotaan
MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena
dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara
tertentu.
d.
Pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi
apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang
setingkat undang-undang dalam bentuk penetapan presiden
(Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres
No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
e.
DPR
hasil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan
pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
Perkembangan sistem pemerintahan pada masa Demokrasi Terpimpin juga berdampak
pada sistem ekonomi yang menjadi ekonomi terpimpin.
Oleh sebab itu,
sistem ekonomi terpimpin merupakan bagian dari Demokrasi terpimpin. Semua
kegiatan ekonomi dipusatkan pada pemerintah pusat sedangkan daerah hanya
melaksanakan keputusan pusat. Sistem ekonomi terpimpin dianggap kurang efektif
dalam menangani masalah ekonomi. Hal ini disebabkan terjadinya penyelewengan
ekonomi karena minimnya pengetahuan ekonomi dan permasalahan ekonomi
diselesaikan dengan kebijakan politis. Disisi lain, organisasi pemerintahan
yang buruk menimbulkan koordinasi yang tidak dapat berjalan lancar, sehingga
berakibat pada kegagalan suatu kebijakan. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
banyak mengalami penyimpangan dari aturan pokok sehingga menuai instabilitas
politik dan ekonomi. Hal ini terlihat pada lemahnya peran lembaga negara karena
adanya sentralisasi kekuasaan. Sistem pemerintahan yang terpusat mengakibatkan
terbatasnya peranan persdan penyimpangan politik luar negeri. Puncak dari
Demokrasi Terpimpin diwarnai dengan adanya pemberontakan G30-S/PKI pada tanggal
30 September 1965. Akhir dari Demokrasi Terpimpin ditandai dengan keluarnya
Surat Perintah tanggal 11 Maret 1966 (Supersemar ) dari Presiden Soekarno
kepadaJendral Soeharto untuk mengatasi keadaan yang genting pada waktu itu.
3. Periode
Demokrasi di Era Orde Baru
(1965-1998)
Berakhirnya
Demokrasi Terpimpin berarti juga berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno
digantikan dengan era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Pada
masa Orde Baru berlaku sistem Demokrasi Pancasila. Dikatakan Demokrasi
Pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila,
yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan sila
kelima. Pengertian Demokrasi Pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No.
XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, dimana dalam
ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasila adalah sama dengan
sila keempat dari Pancasila.
Pemerintah Orde
Baru melanjutkan pembangunan demokrasi berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
dalam UUD 1945. Semua lembaga negara, seperti MPR dan DPR dibentuk. Pemerintah
Orde Baru juga berhasil menyelenggarakan pemilihan umum secara periodik, yaitu
pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Untuk berjalannya demokrasi,
pemerintah Orde Baru menyusun mekanisme kepemimpinan nasional lima tahun yang
merupakan serangkaian garis besar kegiatan kenegaraan yang dirancang secara
periodik selama masa lima tahun. Dengan berjalannya mekanisme kepemimpinan
nasional lima tahun, pemerintahan Orde Baru berhasil menciptakan stabilitas
politik dan menyelenggarakan pembangunan nasional yang dimulai dengan adanya
pembangunan lima tahun (Pelita), yaitu Pelita I tahun 1973-1978 sampai Pelita
VI tahun 1993-1998. Keberhasilan tersebut ditandai dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, meningkatnya tingkat pendidikan warga negara, pembangunan
infrastruktur, berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk.
Pada
perkembangan selanjutnya pemerintahan Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang
sentralistis. Demokrasi pada masa Orde Baru bercirikan pada kuatnya kekuasaan
presiden dalam menopang dan mengatur seluruh proses politik yang terjadi.
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam era Orde Baru tidak sesuai dengan wacana
yang ditetapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini
tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Rush mengungkapkan
ciri-ciri rezim Orde Baru sebagai berikut.
a.
Adanya
Dwi Fungsi ABRI;
b.
Adanya
sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
c.
Adanya
pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan
politik;
d.
Adanya
campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
e.
Adanya
monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya
ideologiideologi lain;
f.
Adanya
inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non-pemerintah diharapkan menyatu
dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol.
Runtuhnya Orde
Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok
penekan ( pressure group ) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang
dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat
4.
Periode
Demokrasi di Era Reformasi
(1998-Sekarang)
Runtuhnya
kekuasaan rezim Orde Baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya
demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat
rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi
akan dibangun. Langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju
demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
A.reformasi konstitusional (constitutional reform ) yang menyangkut perumusan
kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
B.reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment ), yang
menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik
C.pengembangan kultur atau budaya politik ( political culture ) yang lebih
demokratis. Masa demokrasi di Era Reformasi berusaha mengembalikan perimbangan
kekuatan antar lembaga negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif
Demokrasi
Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR hasil Pemilu 1999
yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga
tinggi yang lain. Masa Reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang
demokratis antara lain dengan dikeluarkannya:
a.
Undang-Undang
No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas
untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai.
Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 Pasal 2
ayat1yang menyatakan "partai politik didirikan dan dibentuk oleh
sekurangkurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun
dengan akta notaris".
b.
Undang-Undang
No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk
menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD
provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan
wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
c.
Upaya
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa danbertanggung
jawab dibuktikan dengan keluamya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak
lanjuti dengan UndangUndang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
d.
Lembaga
legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk
melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
e.
Lembaga
tertinggi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya
sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk
menyampaikan laporan kemajuan ( progress report ).
f.
Adanya
kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin
penerbitannya.
g.
Adanya
pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2
periode masa kepemimpinan.
h.
Amandemen
UUD1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.
Komentar
Posting Komentar