MATERI BAB VII B. Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme (Sejarah Peminatan Kelas XI Semester Genap)
RESPON
BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIALISME DAN IMPERIALISME
Ada
empat aspek utama yang terjadi di Indonesia setelah merespon sistem
kolonialisme dan imperialisme, antara lain ekonomi dan politik, sosial dan
budaya, seni dan sastra, serta pendidikan. Berikut penjelasannya:
A.
Aspek Ekonomi
dan Politik
Bangsa Indonesia
pada masa kolonialisme dan imperialisme dirugikan dalam bidang ekonomi dan
politik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melakukan perlawanan terhadap
Portugis, VOC, dan pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa perlawanan berupa
perang akibat ekonomi dan politik in, di antaranya:
1.
Perlawanan
Terhadap Portugis
Ada beberapa
peristiwa besar yang terjadi akibat upaya bangsa Indonesia melawan penjajahan
bangsa Portugis, antara lain:
a.
Perlawanan
Kesultanan Ternate
Kebijakan
monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan Hairun memimpin perlawanan
rakyat Ternate terhadap mereka. Sayangnya, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan
dihukum mati oleh bangsa Portugis pada tahun 1570. Meski demikian, perlawanan
Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ. Perjuangan Sultan Hairun kemudian
dilanjutkan oleh Sultan Baabulah.
Di bawah
kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan Ternate berhasil mengusir bangsa
Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis yang terusir dari Maluku
ini kemudian menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur hingga
menjelang akhir abad ke-20.
b.
Perlawanan
Kesultanan Demak
Selain di
Ternate, bangsa Portugis juga melakukan praktik monopoli perdagangan mereka di
Malaka. Praktik monopoli tersebut membuat para saudagar Muslim di Malaka merasa
terganggu. Kesultanan Demak yang khawatir bangsa Portugis juga akan
mengekspansi pulau Jawa dan merasa perlu menunjukkan solidaritas mereka
terhadap Kesultanan Malaka dan para saudagar Muslim yang ada di Malaka,
akhirnya memutuskan untuk menyerang bangsa Portugis.
Di bawah
pimpinan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak menyerang Sunda Kelapa pada tahun
1526 dan berhasil menguasai wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun
1527, bangsa Portugis yang saat itu tidak menyadari kalau Sunda Kelapa sudah
dikuasai oleh Kesultanan Demak, datang untuk membangun benteng di sana.
Akibatnya,
bangsa Portugis pun berhasil diusir oleh Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan
Fatahillah. Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta,
yang berarti kemenangan yang gemilang.
c.
Perlawanan
Kesultanan Aceh
Perlawanan
Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai pada tahun 1514–1540 di bawah
kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa itu Kesultanan Aceh berhasil
mengusir bangsa Portugis dari wilayah Aceh. Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap
bangsa Portugis kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Qahar
pada tahun 1538–1571 dengan bantuan Turki.
Sultan Alaudin
Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga menyerang bangsa Portugis di
Malaka pada tahun 1573 dan 1575. Sultan Iskandar Muda pun pernah menyerang
bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Sekalipun Sultan
Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, dari Malaka, perlawanan
rakyat Aceh terus berlanjut sampai Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.
2.
Perlawanan
Terhadap VOC
Ada beberapa
peristiwa penting yang terjadi sebagai upaya bangsa Indonesia melawan
penjajahan VOC, antara lain:
a.
Perlawanan
Kesultanan Mataram
Awalnya,
hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan dengan baik, sampai-sampai
Kesultanan Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng sebagai kantor perwakilan
dagang di wilayah Jepara. Namun, lama-kelamaan Sultan Agung menyadari kalau
keberadaan VOC membahayakan pemerintahannya.
Sultan Agung pun
mulai menyerang VOC pada tahun 1628, tapi serangan pertama ini gagal dan
mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit Mataram gugur. Serangan kedua yang
dilakukan pada bulan Agustus–Oktober 1629 pun mengalami kegagalan karena
Kesultanan Mataram kalah persenjataan, kekurangan persediaan makanan (karena
lumbung-lumbung persediaan makanan yang ada di Tegal, Cirebon, dan Karawang
dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu jauh, dan wabah penyakit yang menyerang
pasukan Mataram.
b.
Perlawanan
Kesultanan Gowa
Perlawanan
Kesultanan Gowa dimulai dengan pelucutan dan perampasan armada VOC di Maluku,
di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Perang Makassar pun pecah karena
pelucutan dan perampasan armada tersebut. Perang Makassar berlangsung selama
tiga tahun, dari tahun 1666–1669. Dalam Perang Makassar, VOC bersekutu dengan
Arung Palaka, Raja Bone, yang saat itu berseteru dengan Kerajaan Gowa.
c.
Perlawanan
Kesultanan Banten
Perlawanan
Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang dengan VOC dan gangguan VOC
terhadap politik Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya melawan
VOC dengan bekerja sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti
pedagang Inggris.
Sultan Ageng
kemudian menyerang kapal-kapal VOC yang ada di perairan Banten serta
wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah
Angke dan Tangerang pada tahun 1658–1659.
3.
Perlawanan
Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda
Awalnya,
masa pemerintahan Hindia Belanda tidak lagi menerapkan praktik kolonialisme ala
VOC, namun hal tersebut tak membuat praktik dagang dan kerja rodi berakhir.
Saat Belanda kembali berkuasa, penindasan pun terjadi lagi di Indonesia,
berikut penjelasannya:
a.
Perlawanan
Rakyat Maluku
Perlawanan
rakyat Maluku dilakukan karena mereka tidak mau orang Belanda kembali ke
wilayah mereka. Saat Thomas Stamford Raffles berkuasa di Hindia Belanda,
beberapa aturan VOC seperti praktik monopoli dagang dan kerja rodi tidak
diterapkan.
Namun, saat
Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, aturan-aturan yang menindas seperti
praktik monopoli perdagangan cengkih dan kerja rodi kembali diterapkan. J.R van
den Berg, Residen Saparua yang baru pada saat itu, juga dianggap tidak peka
pada keluhan rakyat. Belanda juga memaksa para pemuda Maluku untuk menjadi tentara
yang ditugaskan ke Jawa.
b.
Perlawanan
Rakyat Palembang
Perlawanan
rakyat Palembang yang dipimpin oleh Sultan Baharuddin terjadi karena Belanda
berusaha menguasai Palembang yang memiliki letak strategis dan kaya akan barang
(Kepulauan Bangka Belitung).
Sultan
Baharuddin kemudian memimpin penyerangan ke benteng-benteng pertahanan Belanda.
Saat pergantian kekuasaan dari Belanda ke Inggris terjadi pada tahun 1811
karena Perjanjian Tuntang, Inggris memusatkan sebagian besar perhatiannya ke
pulau Jawa.
Sultan
Baharuddin pun memanfaatkan kondisi ini dengan menyerang garnisun Belanda di
Palembang. Sultan Baharuddin juga menentang keberadaan Inggris di wilayah
kekuasaannya. Inggris yang tidak menyukai perlawanan dari Sultan Baharuddin pun
menyerang Palembang pada tahun 1812. Mereka menjarah isi istana dan melantik
Ahmad Najamuddin, adik Sultan Baharuddin, menjadi Sultan.
c.
Perlawanan
Rakyat Sumatera Utara
Perlawanan
rakyat Tapanuli di bawah kepemimpinan Raja Sisingamangaraja XII terjadi karena
Belanda ingin menjajah Tapanuli dengan membentuk Pax Neerlandica (ambisi
Belanda menguasai seluruh Nusantara). Keinginan Belanda inilah yang menyebabkan
terjadinya Perang Tapanuli pada tahun 1870–1907.
B.
Aspek Sosial dan
Budaya
Perlawanan
bangsa Indonesia terhadap kolonialisme dan imperialisme juga dilakukan dalam
bentuk gerakan sosial-budaya. Beberapa gerakan tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Gerakan Sosial
di atas Tanah Partikelir
Gerakan sosial
ini adalah bentuk protes dan perlawanan atas peraturan Belanda yang tidak adil,
serta rasa tidak puas atas kondisi sosial-ekonomi yang kurang memberikan tempat
bagi kehidupan para pelaku dan pendukung gerakan sosial ini. Gerakan sosial ini
muncul di kalangan petani yang merasakan ketidakadilan karena praktik penjualan
atau pemberian hadiah tanah oleh Pemerintah Belanda kepada perseorangan atau
swasta, yang kemudian menjadi tuan tanah.
Tanah inilah
yang kemudian menjadi tanah partikelir (swasta). Para tuan tanah tersebut
merasa memiliki hak untuk menindas penduduk yang ada di tanah partikelir
mereka. Penduduk di tanah tersebut diharuskan menyerahkan hasil garapan mereka
dan memeras tenaga mereka selayaknya budak.
2.
Gerakan
Mesianisme
Gerakan mesianisme
merupakan gerakan yang berasal dari harapan akan datangnya ratu adil atau imam
mahdi sebagai juru selamat rakyat. Dalam gerakan ini biasanya terdapat seorang
pimpinan yang dianggap sebagai juru selamat, pimpinan agama, atau bahkan nabi.
Gerakan ini bersandar pada dasar-dasar kekuatan gaib sang pemimpin dan
menghadapkan munculnya era baru dan datangnya zaman keemasan yang meniadakan
penderitaan rakyat dan hilangnya konflik serta ketidakadilan.
Beberapa contoh
dari gerakan mesianisme adalah Kasan Mukmin (1903), Gerakan Darmojo (1907), dan
dukun yang mengaku keturunan Sultan Hamengku Buwono V dan akan bertindak
sebagai ratu adil dan calon sultan Yogyakarta (1918).
3.
Aspek Seni dan
Sastra
Seni sastra pada
masa perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme juga memiliki peranan
yang sangat penting. Karya-karya sastra yang lahir pada masa itu menyuarakan
ketidakadilan yang dialami oleh para pribumi karena kolonialisme dan
imperialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda ke luar Hindia Belanda,
termasuk ke negara Belanda sendiri.
Karya-karya
sastra pada masa itu juga membangkitkan semangat kemerdekaan bagi para
pembacanya. Beberapa sastrawan pada masa itu dan karya sastra mereka adalah
sebagai berikut:
a.
Eduard Douwes
Dekker: Max Havelaar
Eduard Douwes
Dekker merupakan nama pena dari Multatuli, seorang Belanda yang peduli pada
nasib kaum pribumi. Nama Multatuli sendiri diambil dari bahasa Latin yang
berarti “banyak yang sudah aku derita”. Kepedulian Douwes Dekker ini kemudian
dituangkan dalam novelnya yang berjudul Max Havelaar (1860). Novel inilah yang
kemudian menjadi inspirasi pergerakan nasional Indonesia serta mendorong
sastrawan-sastrawan Indonesia menuangkan pemikiran mereka mengenai penjajahan
Belanda, khususnya angkatan Pujangga Baru (1933–1942).
b.
Mas Marco
Kartodikromo: Student Hidjo dan Rasa Merdeka
Mas Marco
merupakan keturunan priyayi rendahan di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Mas Marco
bergabung dengan Medan Prijaji yang menjadi surat kabar yang menyuarakan pemikiran
pribumi terpelajar.
Medan Prijaji
ini dipimpin oleh Tirto Adhi Suryo. Saat bekerja di Medan Prijaji, Mas Marco
bertemu dengan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker, yang kemudian menjadi
bagian dari Indische Partij.
Lewat
tulisan-tulisannya, Mas Marco mengajak kaum terdidik Indonesia pada masa itu
untuk membangun kesadaran politik masyarakat pribumi. Kesadaran politik ini
dianggap penting untuk menggerakkan masyarakat pribumi untuk bergerak melawan
pemerintahan kolonial dalam kesetaraan dan solidaritas.
Tulisan-tulisannya
inilah yang kemudian membuat Mas Marco ditangkap dan dibuang oleh pemerintah
kolonial ke Boven-Digoel, Papua, pada tahun 1926. Mas Marco kemudian meninggal
di sana pada tahun 1932 karena malaria.
c.
Soewarsih
Djojopoespito: Manusia Bebas
Soewarsih
merupakan pengarang perempuan yang menulis novel “Manusia Bebas” pada tahun
1940. Novel tersebut diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul “Buiten het
Gareel” yang berarti “Di Luar Kekang”.
Novel ini
berkisah mengenai para pendiri dan guru “sekolah liar” yang tak pernah putus
asa walau hidup serba kekurangan dan tak pernah mengenal takut sekalipun
diawasi dan diancam ditangkap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sekolah liar
pada masa penjajahan Belanda adalah sekolah-sekolah swasta yang didirikan oleh
para tokoh pendidikan Indonesia untuk memajukan pendidikan bagi masyarakat
pribumi.
4.
Aspek Pendidikan
Perjuangan para
pahlawan Indonesia dalam bidang pendidikan merupakan salah satu perjuangan paling
penting dalam melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda. Para tokoh
pendidikan di masa penjajahan Belanda membangun sekolah-sekolah swasta untuk
memajukan pola pikir dan menumbuhkan semangat nasionalisme masyarakat pribumi.
Sekolah-sekolah
swasta ini kemudian dianggap sebagai “sekolah liar” oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda karena dianggap mengancam kedaulatan dan kekuasaan mereka di
Indonesia. Dua di antara sekolah swasta yang dibangun pada masa itu adalah
sebagai berikut:
a.
Indisch
Nederlandse School Kayu Tanam
Indisch Nederlandse School Kayu Tanam
didirikan di Kayu Tanam, Padang, pada tanggal 31 Oktober 1926 oleh Mohammad
Syafei, tokoh pendidikan nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ketiga dalam Kabinet Sjahrir II. Sekolah
ini kemudian melahirkan beberapa nama besar dalam sejarah politik dan seni
nasional, seperti Ali Akbar Navis, Mochtar Lubis, dan Tarmizi Taher.
Mohammad Syafei
sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia karena melalui
pendidikan, bangsa Indonesia dapat mengembangkan rasa nasionalisme. Visi
pendidikan Mohammad Syafei adalah head, heart, dan hand.
Head berarti
sekolah memfasilitasi para siswanya untuk mampu berpikir rasional, heart
berarti sekolah memfasilitasi para siswanya menjadi pribadi dengan karakter
yang mulia, dan hand berarti sekolah memfasilitasi para siswanya agar dapat
memiliki keterampilan yang nyata sesuai dengan bakat yang dikaruniakan Tuhan
kepada masing-masing orang.
b.
Taman Siswa
Taman Siswa
didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta. Taman
Siswa menjadi salah satu organisasi pergerakan yang bergerak di bidang
pendidikan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ki Hajar Dewantara
menerapkan tiga konsep pengajaran di Taman Siswa, yaitu ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.
Ing ngarso sung
tulodo memiliki arti bahwa para guru memiliki tanggung jawab dalam
memberikan pendidikan dan harus mampu memberi contoh sikap dan perilaku yang
baik, agar dapat menjadi teladan bagi para siswanya.
Ing madya mangun
karsa memiliki arti bahwa guru harus mampu memberikan motivasi yang baik
pada para siswanya dan memberikan bimbingan yang terus-menerus supaya para
siswanya mampu berkembang sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Sementara Tut
wuri handayani memiliki arti bahwa guru wajib membimbing para siswanya
agar dapat menggali sendiri pengetahuannya dan menemukan makna dari pengetahuan
yang mereka peroleh, agar pengetahuan mereka dapat berguna bagi kehidupan
mereka.
Komentar
Posting Komentar